Siapa sangka sepatu penunjang penampilan itu berawal sebagai pelindung lumpur.
Menurut sejarah, sepatu dengan hak tinggi itu sudah dibuat pada abad IV SM di Turki yang dikenal dengan sebutan chopine yang beralas datar. Penggunaan chopine ini tergantung keperluan, semakin tebal lumpur dijalan maka semakin tinggi sol sepatu yang dipergunakan.
Sekitar tahun 1600, Chopine di Venesia mengalami perkembangan dengan meninggalkan bentuk yang kaku. Rendah dibagian depan dan tinggi dibagian tumit. Meski mulai bergeser menjadi sedikit berbau fashion tetapi masih bertujuan untuk melindungi ujung pakaian mereka dari air yang tergenang di jalan.
Seiring berjalannya waktu, high heels mengalami modifikasi yang cenderung bergeser mengarah kepada fashion. Seperti perkembangan pada tahun 1950-an dikenal dengan model Stiletto yang memiliki ukuran hak 10 cm (4 Inch) dengan ujung hak yang kecil.
Silih berganti model dari kotak (blok)pada tahun 1970-an hingga akhir tahun 1980-an, pada tahun 1990-an dengan model runcing (tappered) lantas kembali muncul model yang lebih tipis seperti belati (Stiletto) pada tahun 2000-an hingga sekarang.
Pemikiran tentang high heels pun terus berubah. Perempuan yang menggunakan high heels cenderung dianggap anggun. Bahkan semakin tinggi high heels maka semakin anggun perempuan yang menggunakannya. Ada juga yang mengatakan menggunakan high heels akan meningkatkan gairah seksual bagi perempuan.
Seperti yang dikutip dari ahli urologi eropa, DR. Maria Cerruto, dia mengatakan studi yang dilakukan terhadap 66 orang. Dia menemukan 50 orang yang tumit pada kakinya berada 15 derajat dari tanah atau sekitar 2 inci akan mempengaruhi otot pelviks.
Otot pelviks merupakan komponen penting bagi tubuh wanita karena akan berpengaruh terhadap kemampuan seksual dan kepuasan ketika berhubungan intim. Jika terjadi masalah pada otot pelviks maka dianjurkan menggunakan high heels. Tidak salah jika kemudian muncul anggapan pemikiran tentang kemampuan high heel menciptakan keanggunan serta meningkatkan kemampuan seksual.
Terdapat pula efek negatif dari pemakaian high heels seperti yang dikutip dari situs BBC. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar wanita yang menggunakan high heels akan berisiko cedera peradangan sendi terutama pada sendi lutut dan panggul (Ostehoeatrithis), terlebih apabila high heels digunakan pada saat berdansa.
Sebuah studi yang diterbitkan pada jurnal epidemilogi dan komunitas kesehatan, Oxford Brokes University menyatakan, 2% dari dari populasi yang berusia diatas 55 tahun akan terkena penyakit kepala parah yang diakibatkan cedera sendi lutut dan panggul. Kondisi akan lebih parah jika berusia diatas 65 tahun.